JellyMuffin.com - The place for profile layouts, flash generators, glitter graphics, backgrounds and codes
14 Januari 2008

Napas Berdesah, Mobil Bergoyang  

0 komentar

Nama saya Citra (samaran), dan saya adalah mahasiswa semester
5 di salah satu universitas swasta ternama di bilangan Jakarta
Pusat , dan apa yang akan saya ceritakan disini adalah kisah
yang terjadi sekitar beberapa tahun yang lalu.

Hari Rabu adalah hari yang paling melelahkan bagiku ketika
semester lima, bagaimana tidak, hari itu aku ada tiga mata
kuliah, dua yang pertama mulai jam 9 sampai jam tiga dan yang
terakhir mulai jam lima sampai jam 7 malam, belum lagi kalau
ada tugas bisa lebih lama deh. Ketika itu aku baru menyerahkan
tugas diskusi kelompok sekitar jam 7 lebih. Waktu aku dan
teman sekelompokku, si Dimas selesai, di kelas masih tersisa
enam orang dan Pak Didi, sang dosen.

"Bareng yuk jalannya, parkir dimana Citra ?" ajak Dimas "Jauh
nih, di deket psikologi, rada telat sih tadi"

Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya sangat dekat dengan
kampus. Sebenarnya kalau menemaniku dia harus memutar agak
jauh dari jalan keluar yang menuju ke kostnya, mungkin dia
ingin memperlihatkan naluri prianya dengan menemaniku ke
tempat parkir yang kurang penerangan itu. Dia adalah teman
seangkatanku dan pernah terlibat one night stand denganku.
Orangnya sih lumayan cakep dengan rambut agak gondrong dan
selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga terkenal
sebagai buaya kampus.

Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat
parkir itu. Terdengar bunyi sirine pendek saat kutekan remote
mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan berpamitan padanya.
Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh Dimas
yang membuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku.

"Eeii... mau ngapain kamu ?" tanyaku sambil meronta karena
Dimas mencoba mendekapku.

"Ayo dong Citra, kita kan sudah lama nggak melakukan hubungan
badan nih, saya kangen sama vagina kamu nih" katanya sambil
menangkap tanganku.

"Ihh... nggak mau ah, saya capek nih, lagian kita masih di
tempat parkir gila !" tolakku sambil berusaha lepas.

Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke pintu
mobil dan tangan satunya berhasil meraih payudaraku lalu
meremasnya. "Dimas... jangan... nggak mmhhh!" dipotongnya
kata-kataku dengan melumat bibirku.

Jantungku berdetak makin kencang, apalagi Dimas menyingkap
kaos hitam ketatku yang tak berlengan dan tangannya mulai
menelusup ke balik BH- ku. Nafsuku terpancing,
berangsur-angsur rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan
menjilat dan menggigit pelan bibir bawahku memaksaku membuka
mulut sehingga lidahnya langsung menerobos masuk dan menyapu
telak rongga mulutku, mau tidak mau lidahku juga ikut bermain
dengan lidahnya. Nafasku makin memburu ketika dia menurunkan
cup BH ku dan mulai memilin-milin putingku yang kemerahan.

Teringat kembali ketika aku ML dengannya di kostnya dulu. Kini
aku mulai menerima perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada
lehernya dan membalas ciumannya dengan penuh gairah. Kira-kira
setelah lima menitan kami ber-French kiss, dia melepaskan
mulutnya dan mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi
tubuhku memanjang ke jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan
berupa rok dari bahan jeans 5 cm diatas lutut, jadi begitu dia
membuka kakiku, langsung terlihat olehnya pahaku yang putih
mulus dan celana dalam pink-ku.

"Kamu tambah nafsuin aja Citra, saya sudah tegangan tinggi
nih" katanya sambil menaruh tangannya dipahaku dan mulai
mengelusnya.

Ketika elusannya sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu
dari luar celana dalamku sehingga aku merintih dan menggeliat.
Reaksiku membuat Dimas makin bernafsu, jari-jarinya mulai
menyusup ke pinggiran celana dalamku dan bergerak seperti ular
di permukaannya yang berbulu. Mataku terpedam sambil mendesah
nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian gigitan
pelan pada pahaku, aku membuka mata dan melihatnya menundukkan
badan menciumi pahaku. Jilatan itu terus merambat dan semakin
jelas tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin mendekatkan
wajahnya ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit rokku.

Dan... oohh... rasanya seperti tersengat waktu lidahnya
menyentuh bibir vaginaku, tangan kanannya menahan celana
dalamku yang disibakkan ke samping sementara tangan kirinya
menjelajahi payudaraku yang telah terbuka.

Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah
dan menggeliat, lupa bahwa ini tempat yang kurang tepat,
goyangan mobil ini pasti terlihat oleh orang di luar sana.
Namun nafsu membuat kami terlambat menyadari semuanya. Di
tengah gelombang birahi ini, tiba- tiba kami dikejutkan oleh
sorotan senter beserta gedoran pada jendela di belakangku.
Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang dan
melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela,
begitu juga Dimas, dia langsung tersentak bangun dari
selangkanganku. Satu dari mereka menggedor lagi dan menyuruh
kami turun dari mobil. Tadinya aku mau kabur, tapi sepertinya
sudah tidak keburu, lagian takutnya kalau mereka mengejar dan
memanggil yang lain akan semakin terbongkar skandal ini, maka
kamipun memilih turun membicarakan masalah ini baik-baik
dengan mereka setelah buru-buru kurapikan kembali pakaianku.

Mereka menuduh kami melakukan perbuatan mesum di areal kampus
dan harus dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal
itu terjadi sehingga terjadi perdebatan dan tawar-menawar di
antara kami. Kemudian yang agak gemuk dan berkumis membisikkan
sesuatu pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu keduanya
mulai cengengesan melihat ke arahku. Temannya yang tinggi dan
berumur 40-an itu lalu berkata,

"Gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu
buat biaya tutup mulut ?"

Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja pikirannya tak
jauh dari selangkangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup
gentleman juga, walaupun dia bukan pacarku, tapi dia tetap
membelaku dengan menawarkan sejumlah uang dan berbicara agak
keras pada mereka. Di tengah situasi yang mulai memanas itu
akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah terkepal
kencang.

"Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit sama tenaga, biar
saya saja yang beresin" kataku

"Ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian tapi sesudahnya
jangan coba ungkit-ungkit lagi masalah ini !"

Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau
tidak mau menyerah juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi juga
menginginkannya untuk menuntaskan libidoku yang tanggung tadi,
lagipula bermain dengan orang-orang seperti mereka bukan
pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun digiring mereka
ke gedung psikologi yang sudah sepi dan gelap, di ujung
koridor kami disuruh masuk ke suatu ruangan yang adalah toilet
pria. Salah seorang menekan sakelar hingga lampu menyala,
cukup bersih juga dibanding toilet pria di fakultas lainnya
pikirku.

"Nah, sekarang kamu berdiri di pojok sana, perhatiin baik-baik
kita ngerjain cewek kamu !" perintah yang tinggi itu pada
Dimas.

Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan dan kiriku
menatapi tubuhku dalam pakaian ketat itu. Sorot mata mereka
membuatku nervous dan jantungku berdetak lebih cepat, kakiku
serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku menyandarkan
punggungku ke tembok.

Kini aku dapat melihat nama-nama mereka yang tertera di atas
kantong dadanya. Yang tinggi dan berusia sekitar pertengahan
40 itu namanya Egy, dan temannya yang berkumis itu bernama
Romli. Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai mesum.

"Hehehe... cantik, mulus... wah beruntung banget kita malam
ini !" katanya

"Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih ?" tanya Pak Romli
sambil menyalami tanganku dan membelainya dari telapak hingga
pangkalnya, otomatis bulu-buluku merinding dan darahku
berdesir dielus seperti itu.

"Citra" jawabku dengan agak bergetar.

"Wah Citra yah, nama yang indah kaya orangnya, pasti dalemnya
juga indah" Pak Egy menimpali dan disambut gelak tawa mereka.

"Non Citra coba sun saya dong, boleh kan ?" pinta Pak Romli
memajukan wajahnya

Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan, maka kuberikan
satu kecupan pada wajahnya yang tidak tampan itu.

"Ahh...non Citra ini di mobil lebih berani masak di sini cuma
ngecup aja sih, gini dong harusnya" Kata Pak Egy seraya
menarik wajahku dan melumat bibirku.

Aku memejamkan mata mencoba meresapinya, dia makin ganas
menciumiku ditambah lagi tangannya sudah mulai meremas-remas
payudaraku dari luar. Lidahnya masuk bertemu lidahku, saling
menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat padam kini
mulai terbakar lagi, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya.
Aku makin berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya kuremas
sehingga topi satpamnya terjatuh. Sementara dibawah sana
kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku membuka
mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyingkap rokku
dan merabai pahaku.

Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke sasaran berikutnya,
dadaku. Kaos ketatku disingkapnya sehingga terlihatlah buah
dadaku yang masih terbungkus BH pink, itupun juga langsung
diturunkan.

"Wow teteknya montok banget non, putih lagi" komentarnya
sambil meremas payudara kananku yang pas di tangannya.

Pak Romli juga langsung kesengsem dengan payudaraku, dengan
gemas dia melumat yang kiri. Mereka kini semakin liar
menggerayangiku. Putingku makin mengeras karena terus
dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil mencupangi leher
jenjangku, dia melakukannya cukup lembut dibandingkan Pak
Romli yang memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia
menyedot kuat-kuat dan kadang disertai gigitan sehingga aku
sering merintih kalau gigitannya keras. Namun perpaduan antara
kasar dan lembut ini justru menimbulkan sensasi yang khas.

Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga angin malam
menerpa kulit pahaku, celana dalamku pun tersingkap dengan
jelas. Pak Romli menyelipkan tangannya ke balik celana dalamku
sehingga celana dalamku kelihatan menggembung. Tangan Pak Egy
yang lainnya mengelusi belakang pahaku hingga pantatku.
Nafasku makin memburu, aku hanya memejamkan mata dan
mengeluarkan desahan-desahan menggoda. Aku merasakan vaginaku
semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak Romli,
bahkan suatu ketika aku sempat tersentak pelan ketika dua
jarinya menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku.
Reaksiku ini membuat mereka semakin bergairah. Pak Romli
meraih tangan kiriku dan menuntunnya ke penisnya yang entah
kapan dia keluarkan.

"Waw...keras banget, mana diamaternya lebar lagi" kataku dalam
hati "bisa mati orgasme nih saya"

Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok
benda itu makin membengkak saja.

Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana dalamku,
jari-jarinya basah oleh cairan vaginaku yang langsung
dijilatinya seperti menjilat madu. Kemudian aku disuruh
berdiri menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada
mereka, kusandarkan kedua tanganku di tembok untuk menyangga
tubuhku.

"Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat si non yang
putih mulus ini" celoteh Pak Romli sambil meremasi bongkahan
pantatku yang sekal.

Aku menoleh ke belakang melihat dia mulai menurunkan celana
dalamku, disuruhnya aku mengangkat kaki kiri agar bisa
meloloskan celana dalam. Akhirnya pantatku yang sudah
telanjang menungging dengan celana dalamku masih menggantung
di kaki kanan.

"Pak masukin sekarang dong" pintaku yang sudah tidak sabar
marasakan batang-batang besar itu menjejali vaginaku.

"Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama vagina
non, wangi sih !" kata Pak Romli yang sedang menjilati
vaginaku yang terawat baik.

ak Usep mendorong penisnya pada vaginaku, walaupun sudah becek
oleh lendirku dan ludahnya, aku masih merasa nyeri karena
penisnya yang tebal tidak sebanding ukurannya dengan liang
senggamaku. Aku merintih kesakitan merasakan penis itu melesak
hingga amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu beradaptasi,
dia langsung menyodok-nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang
semakin lama semakin tinggi. Pak Egy sejak posisiku
ditunggingkan masih betah berjongkok diantara tembok dan
tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang
tergantung persis anak sapi yang sedang menyusu dari induknya.
Pak Romli terus menggenjotku dari belakang sambil sesekali
tangannya menampar pantatku dan meninggalkan bercak merah di
kulitnya yang putih. Genjotannya semakin mambawaku ke puncak
birahi hingga akupun tak dapat menahan erangan panjang yang
bersamaan dengan mengejangnya tubuhku.

Tak sampai lima menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang
terasa makin besar dan berdenyut-denyut menggesek makin cepat
pada vaginaku yang sudah licin oleh cairan orgasme.

"Ooohh... oohh... di dalam yah non... sudah mau nih" bujuknya
dengan terus mendesah "Ahh... iyahh... di dalam aja... ahh"
jawabku terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme panjang
barusan.

Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya
dengan penis menancap hingga pangkalnya pada vaginaku,
tangannya meremas erat-erat pinggulku. Terasa olehku cairan
hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru melepaskannya
setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk
kalau saja mereka tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga
dan nafasku yang tercerai-berai. Setelah mereka melepaskan
pegangannya, aku langsung bersandar pada tembok dan merosot
hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang berkeringat dan
menghimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai- berai,
kedua pahaku mengangkang dan vaginaku belepotan cairan putih
seperti susu kental manis.

"Hehehe...liat nih, air sperma saya ada di dalam vagina wanita
kamu" kata Pak Romli pada Dimas sambil membentangkan bibir
vaginaku dengan jarinya, seolah ingin memamerkan cairan
spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku.

Opps...omong-omong tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya
karena terlalu sibuk melayani kedua satpam ini, ternyata sejak
tadi dia menikmati liveshow ini di sudut ruangan sambil
mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan juga dia pikirku
cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar buaya sih,
begitu pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutku dan
menyuruhku berlutut dan membersihkan penisnya, Pak Egy yang
sudah membuka celananya juga berdiri di sebelahku menyuruhku
mengocok penisnya.

Hhmmm...nikmat sekali rasanya menjilati penisnya yang
berlumuran cairan kewanitaanku yang bercampur dengan sperma
itu, kusapukan lidahku ke seluruh permukaannya hingga bersih
mengkilap, setelah itu juga kuemut-emut daerah helmnya sambil
tetap mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku melirik ke
atas melihat reaksinya yang menggeram nikmat waktu kugelikitik
lubang kencingnya dengan lidahku.

"Hei, sudah dong saya juga mau disepongin sama si non ini"
potong Pak Egy ketika aku masih asyik memain-mainkan penis Pak
Romli.

Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke penisnya yang
langsung dijejali ke mulutku. Miliknya memang tidak sebesar
Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya lebih berurat dan
lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena
tidak setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk
seluruhnya ke mulut karena cukup panjang. Aku mengeluarkan
segala teknik menyepongku mulai dari mengulumnya hingga
mengisap kuat-kuat sampai orangnya bergetar hebat dan menekan
kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-enak menyepong,
tiba- tiba Dimas mengerang, memancingku menggerakkan mata
padanya yang sedang orgasme swalayan, spermanya muncrat
berceceran di lantai. Pasti dia sudah horny banget melihat
adegan-adegan panasku.

Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat
tubuhku hingga berdiri, lalu dihimpitnya tubuhku ke tembok
dengan tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai ke pinggangnya.
Dari bawah aku merasakan penisnya melesak ke dalamku, maka
mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi berdiri.
Berulang-ulang benda itu keluar-masuk pada vaginaku, yang
paling kusuka adalah saat-saat ketika hentakan tubuh kami
berlawanan arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku lebih
dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu
wuihh... seperti terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku
hanya bisa mengekspresikannya dengan menjerit sejadi-jadinya
dan mempererat pelukanku, untung gedung ini sudah kosong,
kalau tidak bisa berabe nih. Sementara mulutnya terus melumat
leher, mulut, dan telingaku, tanganya juga menjelajahi
payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang orgasme kini mulai
melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun kembali
menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat
bibirku sehingga yang keluar dari mulutku hanya erangan-
erangan tertahan, air ludah belepotan di sekitar mulut kami.
Di sudut lain aku melihat Pak Romli sedang beristirahat sambil
merokok dan mengobrol dengan Dimas.

Pak Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika
aku orgasmepun dia bukannya berhenti atau paling tidak
memberiku istirahat tapi malah makin kencang. Kakiku yang satu
diangkatnya sehingga aku tidak lagi berpijak di tanah disangga
kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa makin dalam
saja membuat tubuhku makin tertekan ke tembok. Sungguh kagum
aku dibuatnya karena dia masih mampu menggenjotku selama
hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan yang
stabil dan belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks. Sesaat
kemudian dia menghentikan genjotannya, dengan penis tetap
menancap di vaginaku, dia bawa tubuhku yang masih digendongnya
ke arah kloset. Disana barulah dia turunkan aku, lalu dia
sendiri duduk di atas tutup kloset.

"Huh...capek non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong"
perintahnya

Akupun dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti
ini aku dapat lebih mendominasi permainan dengan
goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku menurunkan
pantatku di pangkuannya, kuraih penis yang sudah licin itu dan
kutuntun memasuki vaginaku. Setelah menduduki penisnya, aku
terlebih dahulu melepaskan baju dan bra-ku yang masih
menggantung supaya lebih lega, soalnya badanku sudah panas dan
bemandikan keringat, yang masih tersisa di tubuhku hanya rokku
yang sudah tersingkap hingga pinggang dan sepasang sepatu hak
di kakiku. Aku menggoyangkan tubuhku dengan gencar dengan
gerakan naik- turun, sesekali aku melakukan gerakan meliuk
sehingga Pak Egy mengerang karena penisnya terasa diplintir.
Kedua tangannya meremasi payudaraku dari belakang, mulutnya
juga aktif mencupangi pundak dan leherku.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang menjambak
rambutku dan mendongakkan wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak
Romli mendekat dan langsung melumat bibirku. Dimas yang sudah
tidah bercelana juga mendekatiku, sepertinya dia sudah
mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan
menggenggamkannya pada batang penisnya.

"Mmpphh... mmmhh !" desahku ditengah keroyokan ketiga orang
itu. Toilet yang sempit itu menjadi penuh sesak sehingga udara
terasa makin panas dan pengap.

"Ayo dong Citra... emut, sepongan kamu kan mantep banget"

Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang langsung kusambut
dengan kuluman dan jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada
benda itu, lidahku terus menjelajah ke kepala penisnya dimana
masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung lidah untuk
menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini
tentu saja membuat Dimas blingsatan sambil meremas-remas
rambutku. Aku melakukannya sambil terus bergoyang di pangkuan
Pak Egy dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk sekali aku
dibuatnya.

Sesaat kemudian penisnya makin membesar dan berdenyuk-denyut,
lalu dia menepuk punggungku dan menyuruhku turun dari
pangkuannya. Benar juga dugaanku, ternyata dia ingin
melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi berlutut
aku memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan
menggumam tak jelas. Seseorang menarik pinggangku dari
belakang membuat posisiku merangkak, aku tidak tahu siapa
karena kepalaku dipegangi Pak Egy sehingga tidak bisa menengok
belakang. Orang itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan
mulai menggoyangnya perlahan. Kalau dirasakan dari ukurannya
sih sepertinya si Dimas karena yang ini ukurannya pas dan
tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang
enak-enaknya menikmati genjotan Dimas penis di mulutku mulai
bergetar

"Aahhkk... saya mau keluar... non"

Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan
creett...creett, beberapa kali semprotan menerpa menerpa
langit-langit mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan, sebagian
lainnya meleleh di pinggir bibirku karena banyaknya sehingga
aku tak sanggup menampungnya lagi.

Aku terus menghisapnya kuat-kuat membuatnya berkelejotan dan
mendesah tak karuan, sesudah semprotannya berhenti aku
melepaskannya dan menjilati cairan yang masih tersisa di
batangnya. Dengan klimaksnya Pak Egy, aku bisa lebih
berkonsentrasi pada serangan Dimas yang semakin mengganas.
Tangannya merayap ke bawah menggerayangi payudaraku. Dimas
sangat pandai mengkombinasikan serangan halus dan keras,
sehingga aku dibuatnya melayang-layang. Gelombang orgasme
sudah diambang batas, aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas
menyuruhku bertahan sebentar agar bisa keluar bersama. Sampai
akhirnya dia meremas pantatku erat-erat dan memberitahuku akan
segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu pun kucurahkan
juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya di
dalamku. Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan
kental itu, sperma yang tidak tertampung meleleh keluar di
daerah selangakanganku.

Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh bersimbah
peluh, untung lantainya kering sehingga tidak begitu jorok
untuk berbaring di sana. Vaginaku rasanya panas sekali setelah
bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi. Lututku juga
terasa pegal karena dari tadi bertumpu di lantai. Setelah
merasa cukup tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas.
Dengan langkah gontai aku menuju wastafel untuk membasuh
wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku untuk membetulkan
rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang
berserakan dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan
tempat itu.

"Lain kali kalau melakukan hubungan badan hati-hati, kalau
ketangkap kan harus bagi-bagi" begitu kata Pak Egy sebagai
salam perpisahan disertai tepukan pada pantatku.

"Citra... Citra... sori dong, kamu marah ya !" kata Dimas yang
mengikutiku dari belakang dalam perjalananku menuju tempat
parkir.

Dengan cueknya aku terus berjalan dan menepis tangannya ketika
menangkap lenganku, dia jadi tambah bingung dan memohon terus.
Setelah membuka pintu mobil barulah aku membalikkan badanku
dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya berkata

"Saya nggak marah kok, malah enjoy banget, lain kali kita coba
yang lebih gila yah, see you, good night"

Dimas hanya bisa terbengong di tengah lapangan parkir itu
menyaksikan mobilku yang makin menjauh darinya.

TAMAT

What next?

You can also bookmark this post using your favorite bookmarking service:

Related Posts by Categories



News