JellyMuffin.com - The place for profile layouts, flash generators, glitter graphics, backgrounds and codes
25 April 2008

Cerita Panas Sepupuku Part II  

0 komentar

Sejenak kuseka air maniku yang sempat mengenai dagu mbak Arie.
Malam itu aku tidur dikamar mbak Arie, kudekap dengan perasaan sayang,
walaupun nafsuku sangat menggelegak untuk berbuat lebih jauh, namun
cepat-cepat kutepis saat kutatap wajah lugunya yang tertidur pulas di
pangkal lenganku. Kuciumi wajahnya, kuremas-remas bokongnya yang masih
telanjang, ingin rasanya kuciumi memeknya yang mulus tanpa rambut satu
helaipun, namun sekali lagi, aku tidak ingin mengganggu tidurnya yang
pulas.

Aku berusaha untuk selalu terjaga, karena aku harus segera kembali
kekamarku sesegera mungkin. Aku takut, apabila Bude tiba-tiba saja
datang membangunkan mbak Arie.

Jam tiga dini hari aku kembali kekamarku, setelah berusaha mengembalikan
celana dalam mbak Arie ketempatnya, namun ia tetap saja tertidur ataupun
. . . tidur-tiduran, aku tidak tahu. Kucium lembut bibirnya dan
kutinggalkan kamarnya.

Aku bergegas mengepak pakaianku, karena pagi itu aku mendapat
interlokal dari kota Malang untuk segera mengurus acara wisudaku. Cukup
berat aku meninggalkan kota ini, terlebih pengalaman semalam yang
membuatku ingin berlama-lama tinggal.

Bude melarangku pulang sebelum mbak Arie pulang sekolah. Aku berusaha
juga untuk tidak mengecewakannya, terlebih karena peristiwa semalam.
Sebentar kemudian mbak Arie pulang, akupun menyambutnya dan kemudian
dengan kuusahakan tenang dan teratur, aku berpamitan kepadanya.
"Nggak boleeeh . . . . . .!!!" dia berteriak panjang dan berlari menuju
kamarnya. Cukup keras dia menutup pintu kamarnya dan terdengar langsung
dikunci dari dalam. Aku tertegun tak bisa berbuat apa-apa, hanya bude
kemudian berusaha menenangkan sambil menceritakan kenapa aku harus
bergegas pulang hari itu dari luar pintu. Namun kelihatannya usaha
beliau tidak mendatangkan hasil, bahkan tidak ada tanda-tanda mau
membuka kembali pintu kamarnya.
Aku berusaha untuk menenangkan kali ini.
"Mbak . . . ini aku dik Bandi, nanti aku janji deh . . . kalau urusan
kampus udah selesai, kembali kesini lagi, janji deh mbak . . . "
kutunggu reaksinya . . . , namun tidak terdengar suara apapun dari dalam
kamar. "Mbak . . . kalau mbak Arie nggak bukain pintu, aku langsung pula
lho, soalnya nanti kehabisan bis yang ke Malang", kali ini kata-kataku
berhasil, terdengar suara kunci membuka pintu kamar, dan begitu pintu
terbuka, tanganku disambarnya dan ditarik masuk kedalam kamar, saat itu
bude tersenyum dan meninggalkan kami. Dia langsung memelukku sambil
terdengar isak tangisnya. Kukecup keningnya, kudekap erat tubuhnya.
"Mbak aku janji, nanti aku telepon kalau nanti sampai di Malang, dan aku
janji lagi, kalau urusan selesai, kesini lagi . . . yaa", bisikku sambil
meyakinkan. Kulonggarkan dekapanku, ia kelihatannya sudah lebih tenang,
kukecup keningnya sekali lagi, dan terakhir kucium bibirnya dengan
lembut.

Semenjak hari itu, dan selama hampir sembilan tahun !, kami berpisah.
Disini aku tidak bermaksud mengingkari janjiku, namun setelah hari
wisudaku, ada sebuah kontraktor asing yang sedang mengerjakan mega
proyek memanggilku untuk segera bergabung. Pertimbangan kesempatan, yang
membuatku untuk tidak menyia-nyiakan peluang ini. Sampai kemudian aku
terlarut dengan kesibukan profesiku.
Tiga tahun setelah itu, aku menikah dengan teman seprofesi, setelah
menikmati masa pacaran yang benar-benar bersih selama dua tahun. Akupun
tidak lupa waktu itu untuk mengundang mbak Arie. Menurut buku tamu ia
hadir, namun sama sekali aku tidak melihatnya. Sebentuk kado berisi
bingkai foto perak yang cantik, dengan tanda tangan dibelakangnya :
Arie.

Bunyi peluit teko air, menyadarkanku dari kenangan yang manis tersebut.
"Mbak . . . aku rebusin air untuk mbak Arie mandi, ayo sekarang mandi
dulu, biar seger". Ia tersenyum mengangguk. Aku berusaha sebaik mungkin
untuk melayani dia supaya tinggal nyaman untuk sementara di rumahku.
"Ngomong-ngomong, mbak Arie kok tahu nomer teleponku ?" tanyaku sambil
menuang air panas ke bath tub. "Iya, aku nanya dulu ke tante Palupi
(ibuku), soalnya dari sini khan deket ke Airport". Rumahku memang deket
sekali dengan airport, tempat transit dia untuk menuju ke Bali, karena
dari kota asalnya tidak ada flight langsung ke Denpasar.
Semakin cantik kulihat dia sehabis mandi, bath robe pink membalut tubuh
yang putih itu semakin kelihatan bersih. Dia kelihatan sedikit berisi,
terlihat dadanya yang sedikit montok namun tidak terlalu besar. Aku
berencana mengajak makan malam keluar, karena semenjak istriku keluar
kota aku jadi "anwar" (anak warung).
Kutunggu mbak Arie di corolla DX-ku yang butut. T-shirt ungu dengan
leher berbentuk "V" membuat belahan dadanya semakin nyata.
"Dik . . . aku pengen jalan-jalan aja, soalnya tadi aku udah makan di
bis", katanya sambil menutup pintu mobil. Akupun menyetujui
permintaannya. Kukebut DX-ku ke bioskop terbaik di kotaku, kugandeng
tangannya yang halus, namun ia sempat berbisik "Dik , nanti kalau
ketahuan temennya di Yanti gimana?"
"Lho, mbak Arie khan kakakku, cuek ajalah mbak, ntar aku yang tanggung
jawab" jawabku sekenanya, sambil kurengkuh pundaknya untuk meyakinkan
kesungguhanku. Kami kebagian film Armagedon di jam itu, yang sebetulnya
aku pernah lihat di VCD. Tidak terlalu banyak penonton malam itu, bahkan
bisa dihitung dengan jari, kamipun bebas memilih tempat duduk, kubiarkan
mbak Arie memilih tempat yang disukainya, nomor dua dari belakang dan
paling pinggir. "Ah, kenapa kok tidak paling belakang" protesku dalam
hati, namun tidak apa, dibelakang pun tak seorang pun duduk. Dua puluh
menit layar armagedon tengah berputar, kulihat mbak Arie tak bergerak
sedikitpun. Kuremas jemari kirinya, tapi tidak ada respon yang hangat.
Kutatap wajahnya lekat-lekat, aah kasihan . . . mbak Arie tertidur, aku
mengerti, perjalanan yang panjang membuatnya berat untuk menikmati film
itu. Kukecup keningnya dan kurengkuh kepalanya dan kubiarkan ia tidur di
pangkal lenganku. Akupun tak bisa menahan hasrat untuk menciumi
wajahnya.
"Mbak , kita pulang duluan yok" akupun membantunya berdiri dari tempat
duduknya, kutuntun dia, karena kelihatan mbak Arie sudah tidak mampu
membawa badannya. Kubiarkan ia teridur dalam perjalanan menuju kerumah.
Sengaja aku tidak membangunkannya sesampainya dirumah. Kubuka pintu di
garasi yang menghubungkan dengan ruang tengah. Terbayang di kepalaku
untuk mengulang kenanganku yang lalu, kubopong dia untuk kupindah ke
kamar tidurnya. Namun kali ini rupanya ia sempat terjaga dan
melingkarkan tangannya ke leherku. Kubaringkan dia diranjang, aku
meneruskan dengan pijitan-pijitan ringan di kakinya. Dari mata kaki
sampai ke betisnya yang indah, aku berusaha untuk membuatnya nyaman ,
dan kelihatannya memang demikian. Tanganku semakin naik untuk membuatnya
nyaman. Kupijit ringan pahanya yang mulus dan nyaris tanpa noda yang
mengganggu. Kuangkat paha kirinya, untuk sekedar mengusap sisi bawahnya,
tersingkap rok mininya keatas, terlihat CD wacoal kremnya yang rupanya
agak transparan, sehingga aku dapat dengan jelas isi didalamnya .
Kontolku tak terasa sudah mulai meradang di balik levi's-ku yang ketat.
Kuusap memeknya yang masih terbungkus CD. Akupun tak bisa menahan hasrat
untuk mengulang kenangan yang indah itu. Kulihat wajah mbak Arie yang
sebentar-sebentar menelan ludah, ini seperti sinyal bagiku untuk
melanjutkan rangsanganku. Kuturunkan celana dalamnya, sekali lagi . . .
kali ini aku tidak bisa lagi menyembunyikan rasa heranku, memek itu . .
. entah mengapa aku jadi terangsang hebat melihatnya seperti dulu.
Tanpa satupun bulu !!! montok dan . . . aaaah aku sulit untuk melukiskan
disini. Aku sapukan bibirku lembut diatas belahan memeknya Kulanjutkan
dengan menciumnya habis. Kelentit-nya yang terangsang, seperti nya
tidak kuasa lagi bersembunyi di lipatan memeknya, tersembul keluar dan
aku langsung menghisapnya penuh nafsu.
" Aaah dik . . . oohh . . . eeeehhmmmmfffff" mulutnya mulai meracau.
Kadang aku gigit ringan bibir memeknya karena gemas. Lidahku bergerak
liar menggelitik lobang memeknya, kuhisap kuusap cairannya yang
membanjir keluar. " Terus dik, teerrrrruuuussssss . . . . . aaaahhhhhhh"
pinggulnya bergetar hebat, mbak Arie sudah pada klimaksnya yang pertama.
"Dik . . . buka punyamu dik". Akupun mulai melepas risleting levi'sku.
Kuloloskan semua celana dan CD yang menghalangi kontolku tegak, rasa
berdenyut-denyut di helm kontolku semakin menyiksa, namun aku belum
berani melanjutkan lebih jauh. Sementara kulihat mbak Arie melepas
t-shirt dan beha. Aku tak tahan segera menghisap putingnya yang
tenggelam di bundar payudaranya, mbak Arie membusungkan dadanya untuk
memudahkanku berbuat semaksimal mungkin. Secara tidak sengaja ujung
kontolku bergesekkan dengan pahanya, membuatku semakin gila menghisap
payudaranya. Mbak Arie hanya bisa menggigit ujung guling dengan mata
yang terpejam rapat-rapat merasakan serangan-seranganku.
"Dik maassssukkan dik . . . punyamu dik" sambil memegang kepalaku dengan
kedua tangannya . . . meminta. Entah . . . hatiku terharu mendengarnya,
sambil kudekap aku membisikkan sesuatu ditelinyanya. "Mbak Arie . .
.tahu akibatnya kalau ini terjadi"
"Dik, sebenarnya aku ingin yang dulu tidak terhenti, kali ini biarkan
ini terjadi. Aku ingin rasa kangenku kamu isi". Sekali lagi, mbak Arie
aku dekap, dengan perasaan yang bercampur baur menjadi satu, antara rasa
bersalah, haru dan . . . sayang. Aku tidak ingin membuat peristiwa ini
sebagai bencana terhadap dirinya, namun dilain pihak aku juga tak ingin
mengecewakannya. Kucium bibirnya, kali ini tidak saja nafsu yang
menyelimuti perasaanku, tetapi juga sayang serta penebusan rasa
bersalahku. Mbak Arie menyambut dengan hangat bibirku, kali ini
kurasakan lain lumatan bibirnya. Dibuka perlahan-lahan kakinya, akupun
menyambutnya dengan perlahan-lahan mengarahkan kontolku kelubang
rahimnya. Namun aku merasakan, setiap usahaku untuk menekan masuk ke
lobang itu selalu gagal. Sangat rapat dan kenyal sekali bibir memeknya,
selain itu juga, mbak Arie masih perawan!. Aku melepaskan dekapanku,
kuubah posisi mbak Arie melintang, dengan pinggul dibibir ranjang.
Kuangkat tinggi-tinggi kakinya, kujilati sekali lagi memeknya agar lebih
licin untuk kumasuki. Kubuka lebar-lebar bibir memeknya dengan jari-jari
kiriku. Woow . . . sejenak aku merasa tertegun dan ragu, akankah
kejantananku bisa masuk keliang yang menurutku sangat kecil tersebut
Kupegang kontolku dengan tangan kananku. Dengan hati-hati perlahan-lahan
ujung kontolku ku masukkan menerobos selaput keperawanannya. " Dik,
aaahhhhhh . . .terus, teerrrrrrusss aahhhhh !!". Aku sudah tidak bisa
melihat, apakah dia merasa kesakitan ataukah merasakan kenikmatan yang
lain. Kulihat bibir kanan memeknya mengeluarkan darah, padahal baru
separuh panjang kontolku menghujam lubang rahimnya. Kulihat mbak Arie
tidak sabar untuk segera menelan bulat-bulat kontolku, ia mengayun
bokongnya dan . . . blesss, habis sudah panjang kontolku masuk ke
memeknya. Aku sengaja menahannya didalam, dan sedikit berusaha
menggoyang-goyangkannya aku juga ingin dia merasakan kontolku mengisi
ruang-ruang diliang vaginanya. Helm kontolku terasa berdenyut-denyut
nikmat, merasakan hangat yang sangat rapat menggigit. Kuciumi belakang
telinganya, kulumat bibirnya. Kali ini mulai kuayun kontolku
perlahan-lahan . . . aku sudah tidak lagi merasakan, ganas kukunya
mencengkeram punggungku, kutambah irama ayunanku. Mbak Arie hanya bisa
menggelepar-gelepar laksana ikan mencari air. Kakinya mencekeram
pinggangku, seakan tidak mau kontolku meninggalkan memeknya. Kuayun
semakin cepat, rapat-nya lubang memeknya membuat aku kesetanan
menghujamnya berkali-kali, mbak Arie sudah tidak bisa lagi menguasai
gerakan tubuhnya. Akupun teringat, betapa keras dia menendang pundakku
dulu. Mulutnya hanya mengeluarkan desisan-desisan tak beraturan.
Akhirnya aku sudah tak tahan untuk lebih lama menahan spermaku keluar.
Kucabut kontolku, aku ingin menumpahkan diluar. Tetapi cengkeraman
kakinya membuatku kesulitan membebaskan kontolku. " Ssssshhhhh mbak . .
. aku mau keluar !" . Direngkuhnya leherku, dengan terbata-bata dia
membisikkan. "Dik, keluarkan di tempikku , keluarkan semuanya ". Akupun
sudah tak bisa menahan spermaku, kutanamkan dalam-dalam kontolku dan . .
. menyemburat spermaku. "Ooohhhhhhh dik , . . . . ennnnhhhhaaaaak dik",
kupeluk mbak Arie, kali ini kutumpahkan rasa sayangku semuanya,
senyumnya mengembang manis, sambil membisikkan sesuatu di telingaku
"Sampaikan permintaan maaf untuk dik Yanti", aku berjanji didalam hati
untuk menyampaikannya, walaupun dengan alasan yang lain tentu saja.

What next?

You can also bookmark this post using your favorite bookmarking service:

Related Posts by Categories



News